Di tengah hutan lebat Bengkulu, bergeraklah raksasa-raksasa lembut dengan langkah yang menggetarkan tanah. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), mamalia darat terbesar di Asia, kini berdiri di ambang kepunahan. Dari ribuan individu yang pernah menghuni Pulau Sumatera, kini hanya tersisa 924 hingga 1.359 gajah di seluruh pulau. Di Bengkulu, sekitar 50 individu bertahan hidup di Bentang Alam Seblat, menjadikan provinsi ini sebagai salah satu benteng terakhir bagi kelangsungan hidup spesies yang dikategorikan Critically Endangered oleh IUCN sejak 2011.
Mengenal Gajah Sumatera: Subspesies Unik Asia
Gajah Sumatera adalah salah satu dari tiga subspesies gajah Asia yang diakui secara resmi. Dengan tinggi bahu mencapai 2 hingga 3,2 meter dan berat antara 2.000 hingga 4.000 kilogram, gajah ini memiliki ciri khas yang membedakannya dari sepupu Afrika maupun subspesies Asia lainnya.
Ciri Fisik Gajah Sumatera
Karakteristik fisik yang menonjol meliputi kulit abu-abu dengan depigmentasi yang lebih terang, telinga yang lebih kecil dan bulat, serta 20 pasang tulang rusuk—lebih banyak dari gajah Afrika. Yang paling unik, belalainya hanya memiliki satu jari di ujungnya, berbeda dengan gajah Afrika yang memiliki dua.
Jantan dewasa memiliki gading kecil, sementara betina jarang atau bahkan tidak memiliki gading sama sekali, sebuah adaptasi yang ironisnya tidak melindungi mereka dari perburuan liar.
Kecerdasan tinggi menjadi salah satu ciri menonjol gajah Sumatera. Otak mereka yang seberat 4-6 kilogram memungkinkan mereka untuk belajar, mengingat, dan bahkan berduka. Mereka berkomunikasi menggunakan infrasonik—suara frekuensi rendah yang tidak dapat didengar manusia namun dapat merambat hingga kilometer jauhnya.
Struktur Sosial: Masyarakat Matriarchal yang Kompleks
Gajah Sumatera hidup dalam kelompok yang dipimpin oleh matriark, betina tertua dan paling berpengalaman dalam kawanan. Kelompok keluarga biasanya terdiri dari 20-35 individu, termasuk betina dewasa, anak-anak, dan remaja.
Peran Matriark dalam Kawanan Gajah
Matriark bukan sekadar pemimpin—ia adalah gudang pengetahuan yang mengetahui lokasi sumber air di musim kering, jalur migrasi yang aman, dan cara menghadapi ancaman. Ketika matriark meninggal, seluruh kawanan dapat kehilangan arah dan menghadapi kesulitan bertahan hidup.
Betina dalam kelompok menerapkan allomothering, yaitu sistem pengasuhan bersama di mana semua betina dewasa membantu merawat anak. Sistem ini meningkatkan peluang hidup anak gajah dan memperkuat ikatan sosial dalam kelompok.
Jantan dewasa, sebaliknya, meninggalkan kelompok saat mencapai masa remaja dan hidup soliter atau membentuk bachelor groups. Mereka hanya bergabung dengan kelompok betina saat musim kawin.
Habitat Gajah Sumatera di Bengkulu

Pusat Konservasi Gajah Seblat
TWA Seblat, yang secara resmi ditetapkan pada 2013, merupakan rumah bagi Seblat Elephant Conservation Center (ECC)—pusat konservasi yang didirikan sejak 1992 untuk menampung gajah-gajah yang terlibat konflik dengan manusia. Kawasan ini berada pada ketinggian 56-113 meter di atas permukaan laut dan didominasi oleh hutan sekunder tropis.
Berapa Populasi Gajah Sumatera di Bengkulu?
Populasi gajah di Bengkulu diperkirakan sekitar 50 individu liar di Bentang Alam Seblat, ditambah 18 gajah jinak di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat—menurun drastis dari 40 individu pada tahun 1992. Fragmentasi habitat telah memecah populasi besar menjadi empat sub-kelompok kecil: Air Teramang-Air Dikit, Air Teramang-Air Berau, Air Ipuh-Air Berau, dan Seblat.
Gajah membutuhkan 400 hektar per individu untuk dapat bertahan hidup dengan baik. Ini berarti 50 gajah di Bengkulu memerlukan minimal 20.000 hektar habitat yang terhubung.
Pola Makan: Apa yang Dimakan Gajah Sumatera?
Gajah Sumatera adalah herbivora sejati dengan nafsu makan yang luar biasa. Setiap individu mengonsumsi 150-200 kilogram vegetasi per hari, menghabiskan 16-18 jam sehari atau sekitar 80% dari waktu aktifnya untuk makan.
Menu Makanan Gajah Sumatera
Penelitian di PLG Seblat mengidentifikasi 33 spesies dari 15 familia tumbuhan sebagai pakan alami gajah:
- Rumput-rumputan (Poaceae) – 35,07% dari diet
- Legum (Fabaceae) – 31,73%, terutama Mimosa pudica dan Desmodium triflorum
- Daun dan ranting dari berbagai pohon
- Kulit kayu untuk kalsium dan serat
- Buah-buahan liar seperti ara dan mangga
- Akar dan umbi saat kelangkaan pakan
Ironisnya, meski mengonsumsi makanan dalam jumlah besar, hanya 35-45% yang tercerna. Inefisiensi ini justru menjadi berkah bagi ekosistem—biji-biji yang tidak tercerna disebarkan melalui kotoran mereka hingga puluhan kilometer, membantu regenerasi hutan.
Peran Ekologis: Insinyur Ekosistem Hutan
Gajah Sumatera adalah ecosystem engineer—spesies yang secara fisik mengubah habitat dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi spesies lain. Peran ekologis mereka meliputi:
- Penyebar biji utama – dapat menyebarkan biji hingga 57 kilometer
- Membuka kanopi hutan – memungkinkan cahaya mencapai lantai hutan
- Membuat jalur di hutan – digunakan satwa lain dari harimau hingga rusa
- Menggali “gua gajah” – sumber mineral untuk berbagai satwa
Tanpa gajah, struktur hutan tropis akan berubah drastis karena banyak spesies pohon bergantung pada mereka untuk regenerasi.
Ancaman Kritis: Mengapa Gajah Sumatera Terancam Punah?
1. Kehilangan Habitat yang Masif
Ancaman terbesar terhadap gajah Sumatera di Bengkulu adalah kehilangan habitat yang mencapai proporsi katastrofik. Dalam 25 tahun terakhir, lebih dari 70% habitat gajah Sumatera telah hilang.
Perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama. Di Bentang Alam Seblat, 55,89% dari 36.358 hektar habitat gajah telah berubah menjadi perkebunan sawit. Koridor kritis yang menghubungkan TWA Seblat dengan TNKS—jalan hidup bagi migrasi gajah—kini terjepit oleh perkebunan PT Alno dan Agricinal.
2. Konflik Gajah Manusia Bengkulu
Ketika habitat menyempit, konflik manusia-gajah menjadi tidak terhindarkan. BKSDA Bengkulu mencatat 26 kejadian konflik satwa liar sepanjang 2022, dengan satu kejadian melibatkan gajah Sumatera.
Konflik paling sering terjadi di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara, di mana habitat gajah berbatasan langsung dengan perkebunan sawit dan karet. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 500 juta per tahun.
Tragedi terburuk terjadi pada Mei 2021, ketika seekor gajah jantan ditemukan mati di HPT Air Teramang, Mukomuko.
3. Perburuan Liar dan Perdagangan Gading
Meski gajah Sumatera dilindungi undang-undang dengan hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, perburuan untuk gading tetap menjadi ancaman serius. Gading ilegal diperdagangkan ke pasar Asia, terutama China, Thailand, dan Vietnam.
Upaya Konservasi Gajah Bengkulu: Harapan di Tengah Tantangan
Conservation Response Unit (CRU) Seblat
Conservation Response Unit (CRU) Seblat, didirikan pada 2004, merupakan inovasi brilian dalam konservasi gajah. Tim yang terdiri dari mahout, gajah jinak, dan polisi hutan melakukan:
- Patroli rutin untuk mencegah pembalakan ilegal
- Memantau gajah liar dengan camera trap
- Mitigasi konflik manusia-gajah
- Pengusiran gajah dari permukiman tanpa kekerasan
CRU telah mendokumentasikan keberadaan 42 harimau Sumatera bersama dengan gajah dan satwa liar lainnya di Bengkulu.
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)
Pada 2018, Pemerintah Provinsi Bengkulu menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera seluas 29.000 hektar. KEE mencakup HP Air Rami, HPT Lebong Kandis, TWA Seblat, TNKS, dan sebagian konsesi perkebunan sawit.
Cara Melindungi Gajah Sumatera: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Menyelamatkan gajah Sumatera membutuhkan partisipasi dari semua pihak. Berikut cara melindungi gajah Sumatera:
Aksi Individual
✅ Tidak membeli produk gading atau satwa liar ilegal
✅ Mendukung produk ramah lingkungan – minyak sawit bersertifikat RSPO
✅ Mengedukasi diri dan orang lain tentang pentingnya konservasi gajah
✅ Melaporkan aktivitas ilegal ke BKSDA Bengkulu
✅ Mendonasikan dana ke program konservasi gajah yang kredibel
Aksi Komunitas
🐘 Ekowisata edukatif yang bertanggung jawab ke TWA Seblat
🐘 Mendukung petani lokal dengan praktik ramah satwa
🐘 Berpartisipasi dalam program volunteer konservasi
🐘 Kampanye media sosial #SaveSumatranElephants #GajahSumateraBengkulu
Kebijakan yang Diperlukan
🔹 Moratorium konversi habitat gajah
🔹 Penegakan hukum ketat perdagangan satwa liar
🔹 Perlindungan dan restorasi koridor gajah TWA Seblat-TNKS
🔹 Kompensasi untuk petani terdampak konflik
🔹 Pendanaan berkelanjutan untuk CRU dan ECC
Baca Juga:
Trenggiling Sumatera Terancam Punah Akibat Perdagangan Ilegal
Harapan di Ujung Lorong: Masa Depan Gajah Sumatera
Gajah Sumatera di Bengkulu berdiri di persimpangan kritis. Dengan populasi global yang hanya tersisa 924-1.359 individu dan sekitar 50 di Bentang Alam Seblat, setiap gajah yang hilang membawa spesies ini selangkah lebih dekat ke jurang kepunahan.
Namun, harapan masih ada. Keberadaan TWA Seblat, dedikasi tim CRU, penetapan KEE, dan meningkatnya kesadaran masyarakat menunjukkan bahwa perubahan mungkin terjadi.
Menyelamatkan gajah Sumatera berarti menyelamatkan seluruh ekosistem hutan Sumatra. Sebagai ecosystem engineer, gajah memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan alam yang mendukung ribuan spesies lain.
Mari Bertindak Sekarang
Mari bersama-sama menjaga keberadaan gajah Sumatera di Bengkulu dengan mendukung upaya konservasi, menghormati habitat mereka, dan menyebarkan kesadaran bahwa masa depan raksasa lembut ini ada di tangan kita semua.
