Trenggiling Sumatera (Manis javanica), atau dikenal juga dengan nama Sunda pangolin, adalah salah satu satwa paling unik dan sekaligus paling diburu di dunia. Tubuhnya yang bersisik dan perilakunya yang cenderung diam menjadikan trenggiling jarang terlihat di alam liar. Namun, di balik keunikan itu, trenggiling menyimpan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sayangnya, saat ini mereka berada di ambang kepunahan karena perdagangan ilegal internasional yang terus meningkat.
Kenapa Trenggiling Diburu?
Sisik trenggiling yang terbuat dari keratin bahan yang sama seperti kuku manusia sering kali dianggap berkhasiat dalam pengobatan tradisional di beberapa negara Asia. Mitos yang berkembang menyebutkan bahwa sisik trenggiling dapat menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari rematik hingga kanker. Padahal, secara ilmiah, tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut.
Permintaan pasar yang tinggi membuat trenggiling diburu secara masif. Bahkan, banyak dari mereka diselundupkan ke luar negeri dalam kondisi mati, kering, atau hanya bagian tubuhnya seperti sisik dan daging. Laporan dari Wildlife Justice Commission (2025) menyebutkan bahwa lebih dari 370 ton sisik trenggiling disita antara tahun 2015 hingga 2024 angka yang merepresentasikan ratusan ribu individu yang terbunuh.
Dampak Buruk Terhadap Ekosistem
Trenggiling bukan hanya korban perdagangan satwa. Mereka juga adalah penjaga ekosistem yang sangat penting. Dalam sehari, satu trenggiling dewasa dapat memakan lebih dari 70 juta semut dan rayap dalam setahun. Ini berarti mereka secara alami membantu mengendalikan populasi serangga perusak yang bisa merusak struktur hutan dan pertanian masyarakat.
Jika trenggiling menghilang, maka jumlah rayap dan semut bisa meningkat secara drastis. Hal ini akan menimbulkan kerugian secara ekologis dan ekonomi, khususnya di wilayah-wilayah pinggiran hutan seperti di Provinsi Bengkulu, Sumatera Barat, dan Jambi, di mana interaksi antara manusia dan alam masih sangat kuat.
Baca Juga: Mengenal Kukang Sumatera: Primata Pemalu yang Terancam Punah
Situasi Trenggiling di Bengkulu
Di Bengkulu, keberadaan trenggiling memang tidak semasif satwa lain seperti kukang atau burung rangkong. Namun, laporan dari komunitas konservasi lokal seperti TCP (Trenggiling Conservation Program) menyebutkan bahwa beberapa sarang aktif dan jejak trenggiling pernah ditemukan di kawasan hutan sekunder Kabupaten Lebong dan Mukomuko.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada data populasi resmi yang dapat diandalkan mengenai jumlah trenggiling di wilayah kerja BKSDA Bengkulu. Kurangnya survei dan keterbatasan sumber daya membuat informasi seputar spesies ini masih sangat minim. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam menyusun strategi konservasi yang efektif.
Upaya Konservasi dan Harapan
Trenggiling telah dimasukkan ke dalam daftar satwa dilindungi penuh oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, mereka juga tercatat dalam CITES Appendix I, yang artinya tidak boleh diperjualbelikan secara internasional dalam bentuk apapun. Meski begitu, aktivitas penyelundupan tetap terjadi.
Berbagai lembaga seperti BKSDA, YIARI, dan TCP terus melakukan:
- Patroli hutan dan pengawasan pasar gelap
- Penyelamatan dan rehabilitasi satwa sitaan
- Edukasi masyarakat desa sekitar kawasan hutan
- Pelatihan petugas dan relawan konservasi
Edukasi menjadi kunci penting karena banyak warga yang tidak menyadari bahwa trenggiling termasuk satwa yang dilindungi. Dengan pendekatan kultural dan pemberdayaan ekonomi berbasis konservasi, masyarakat diajak untuk melihat satwa sebagai aset hidup, bukan komoditas.
Apa yang Bisa Kamu Lakukan?
- Jangan membeli satwa liar, baik dalam bentuk hidup maupun olahan.
- Laporkan aktivitas perburuan atau perdagangan satwa dilindungi ke BKSDA atau aparat hukum.
- Sebarkan informasi tentang pentingnya trenggiling dalam ekosistem kepada teman dan keluarga.
- Dukung komunitas konservasi lokal di Bengkulu dan sekitarnya.
- Ajarkan anak-anak untuk mencintai satwa dan menghargai keanekaragaman hayati sejak dini.
Trenggiling Sumatera adalah salah satu satwa paling menakjubkan namun juga paling terancam di dunia. Mereka tidak bersuara, tidak menyerang, dan tidak melawan ketika dikejar pemburu. Justru karena kelembutan itulah, mereka menjadi korban paling mudah dalam perdagangan satwa liar.
Melindungi trenggiling bukan hanya tugas aktivis lingkungan. Ini adalah tanggung jawab bersama mulai dari pemerintah, lembaga konservasi, komunitas lokal, hingga kita sebagai warga yang peduli. Dengan tindakan kecil, kita bisa memberi mereka kesempatan untuk terus hidup di alam bebas.