Perambahan hutan dan perburuan liar masih menjadi dua dari sekian banyak tantangan konservasi paling serius di Indonesia. Bagi kawasan kaya keanekaragaman hayati seperti Bengkulu dan sekitarnya, ancaman ini tidak hanya menurunkan jumlah populasi satwa langka, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem secara menyeluruh.
Hutan: Rumah Terakhir Satwa Liar
Hutan hujan tropis di Sumatera menyimpan banyak kehidupan: dari harimau sumatera, gajah, kukang, hingga aneka burung endemik yang tidak bisa ditemukan di belahan dunia lain. Namun, setiap tahun, ribuan hektar hutan dikonversi menjadi lahan pertanian, tambang, atau pemukiman liar. Ketika habitat rusak, satwa kehilangan rumah, sumber makanan, dan tempat berkembang biak.
Akibatnya, tidak sedikit satwa yang turun ke pemukiman dan menimbulkan konflik dengan manusia. Harimau memangsa ternak, gajah masuk ladang warga, atau kukang tersengat kabel listrik karena melintasi area yang tidak lagi ditumbuhi pohon. Semua ini bukanlah kesalahan satwa, tetapi dampak langsung dari rusaknya habitat mereka.
Perburuan Liar: Ancaman Tak Kasat Mata
Di balik tenangnya hutan, perburuan liar berjalan secara sistematis dan diam-diam. Satwa-satwa dilindungi diburu demi kepentingan perdagangan ilegal: harimau untuk kulit dan tulangnya, kukang untuk peliharaan eksotis, dan trenggiling untuk sisiknya yang dipercaya berkhasiat medis.
Metode perburuan pun brutal. Banyak pelaku menggunakan jerat dari kawat baja, racun, atau senjata api rakitan. Tak jarang, jerat ini juga menjerat satwa yang bukan target, menyebabkan penderitaan luar biasa bahkan kematian. Satwa yang tertangkap hidup sering mengalami trauma berat dan sulit dilepasliarkan kembali.
Dampak Kerusakan Ekosistem

Kerusakan hutan dan hilangnya satwa liar mengganggu siklus alam. Misalnya, hilangnya burung pemakan serangga bisa meningkatkan hama tanaman. Punahnya pemangsa seperti harimau bisa memicu ledakan populasi mangsa seperti babi hutan yang kemudian merusak pertanian. Ini menciptakan ketidakseimbangan yang berdampak hingga ke sektor ekonomi.
Selain itu, hutan yang sehat berperan sebagai penyerap karbon alami, menjaga sumber air, dan mencegah banjir serta longsor. Ketika hutan dirusak, manusia juga ikut kehilangan perlindungan dari bencana alam.
Studi Kasus: Jerat Harimau di Bengkulu
Awal tahun ini, seekor harimau sumatera jantan ditemukan mati terjerat di wilayah hutan lindung Kabupaten Rejang Lebong. Temuan ini mengejutkan dan menyedihkan. Menurut BKSDA Bengkulu, jerat tersebut adalah buatan manusia dan ditujukan untuk menangkap satwa besar. Sayangnya, harimau itu tidak sempat diselamatkan karena luka parah yang menyebabkan infeksi hebat.
Kejadian ini bukan yang pertama, dan tidak akan menjadi yang terakhir jika tidak ada perubahan nyata dalam pengawasan dan penegakan hukum.
Upaya Konservasi: Tidak Cukup Hanya Menjaga
Berbagai lembaga seperti BKSDA, YIARI, dan komunitas relawan telah menjalankan berbagai program patroli hutan, pelepasliaran satwa, hingga edukasi masyarakat. Namun, pekerjaan ini seringkali terkendala oleh keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, dan dukungan kebijakan.
Penggunaan teknologi seperti drone, kamera jebak, dan aplikasi pelaporan satwa semakin diandalkan, tetapi belum menjangkau seluruh kawasan hutan. Dibutuhkan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, masyarakat adat, dan organisasi sipil.
Keterlibatan Masyarakat: Faktor Penentu
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan berperan penting dalam menjaga atau justru merusak kawasan tersebut. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi berkelanjutan harus menjadi bagian dari strategi konservasi. Program seperti ekowisata, pertanian organik, atau pelatihan sebagai penjaga hutan bisa memberikan alternatif penghasilan yang tidak merusak lingkungan.
Sementara itu, publik perkotaan bisa ikut berperan dengan mendukung produk ramah lingkungan, tidak membeli satwa eksotis, serta ikut dalam kampanye penyelamatan satwa dan pelaporan kasus perburuan ilegal.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
- Jangan beli atau pelihara satwa dilindungi, meski tampak lucu dan kecil seperti kukang.
- Laporkan aktivitas mencurigakan kepada BKSDA atau aparat terdekat.
- Dukung program konservasi melalui donasi, relawan, atau penyebaran informasi.
- Edukasi anak-anak dan generasi muda tentang pentingnya menjaga alam.
- Ikut kampanye sosial seperti #LawanPerusakanAlam dan #SatwaBukanMainan.
Perlindungan hutan dan satwa bukan hanya tugas petugas konservasi, tapi tanggung jawab kita semua. Jika kita ingin anak cucu tetap bisa melihat harimau sumatera di alam bebas atau mendengar kicau burung endemik di hutan tropis, maka aksi nyata harus dilakukan hari ini juga. Jangan tunggu punah baru kita menyesal.